Daniel Goleman, dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intelligence”, menceritakan kisah dua orang yang lulus bersamaan dari perguruan tinggi. Satu orang di antaranya luar biasa pintar dan lulus dengan nilai tertinggi sementara seorang yang lain lulus dengan nilai pas-pasan. Dua tahun kemudian, diselidiki nasib orang itu. Orang yang pintar itu ternyata menganggur sementara orang yang tidak pintar telah menjadi manajer di sebuah perusahaan. Selidik punya selidik, ternyata orang pintar itu tidak tahan bekerja di satu tempat, karena dia tidak bisa bekerja sama dengan orang lain. Ia merasa dirinya pintar sehingga tidak memerlukan bantuan orang lain.
Ikhwan Akhwat berkaitan dengan kesombongan. Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat takabur walaupun hanya sebesar biji sawi.”
Dengan demikian kita dapat mengukur hati kita, apakah terdapat sebutir takabur atau tidak. Rasulullah saw bersabda, “Pastilah orang yang takabur itu punya cacat dalam dirinya yang ia sembunyikan.”
Baca juga : Memutus siklus anak nakal...
Menurut Psikologi mutakhir, orang-orang yang arogan atau sombong di dunia ini sebetulnya adalah orang yang menderita cacat tertentu yang tidak kita ketahui dan mereka berusaha menutupinya.
Kita dapat mengobati perasaan takabur dengan istighfar dan bersikap tawadhu. Tidak ada obat bagi takabur selain bersikap rendah hati. Untuk itu Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu temukan di antara umatku orang yang bersikap tawadhu, maka hendaklah kamu bersikap lebih tawadhu lagi kepada mereka. Dan apabila kamu temukan di antara umatku orang yang bersikap takabur, maka hendaklah kamu bersikap lebih ‘takabur’ (tanda kutip) lagi kepada mereka.”
Dr. H. Shakter berkata : Salah satu cara menarik perhatian manusia kepada kita ketika kita sedang merasa kecewa atau gagal adalah dengan memuja dan meninggikan diri kita, dan membayangkan hal-hal yang kita harapkan seolah-olah telah terjadi dan memberi diri kita dengan bualan tentang saat-saat di mana kita berhasil di masa lalu, atau dengan membesar-besarkannya kepada orang lain. Orang-orang yang menyerah memikat diri mereka untuk menerima perhiasan-perhiasan batil buatan mereka sendiri, kemudian menarik diri mereka dari kesempatan untuk berubah.
Imam Ali bertutur : Orang-orang yang merasa puas dengan dirinya, berbagai kelemahannya tersembunyi darinya, dan jika ia mengakui keutamaan orang lain, akan mencukupi berbagai kekurangan dan kelalaiannya. Sayidina Ali mengajarkan kepada para pengikutnya, “Kalau kamu berjumpa dengan orang yang lebih muda, berpikirlah dalam hatimu: Pasti dosanya lebih sedikit dari dosaku. Kalau kamu berjumpa dengan orang yang lebih tua, berpikirlah dalam hatimu: Pasti amalnya lebih banyak dari amalku."
Baca juga : Penyakit kegagalan...
Dan menurutnya lagi bahwa sifat sombong itu akan meruntuhkan pikiran. Sombong adalah penyakit terparah, Orang yang pikirannya melemah/ kebanggaan dirinya menguat. Lalu ujarnya lagi, jauhilah kesombongan atau jumlah orang-orang yang membencimu akan bertambah
Menurut Dr. M. Brid tentang keangkuhan atau kesombongan ini: Keangkuhan seorang individu atau suatu bangsa atas yang lainnya sama dengan kehinaan individu atau bangsa itu. Kebanyakan di antara perselisihan dan pertentangan yang terjadi hari ini timbul dari perasaan rendah (ini). Oleh karena itu,mengambil ide kesombongan tidak lain kecuali suatu percobaan untuk memenuhi lingkungan di mana seorang yang sombong merasa puas dalam kehidupannya. Tiada individu/ bangsa/ kelas/ ras/ rakyat atau sebaliknya, dengan kesadaran yang jelas merasakan adanya perbedaan antara diri mereka dan orang lain.
Wallahu Alam