Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah SWT maupun dengan makhluk-makhlukNya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam [68]:4).
contoh aplikasi matinul khuluq dalam kehidupan sehari-hari :
- Tidak ‘inad (membangkang), karena sikap membangkang adalah perwujutan ketidaktaatan kepada Allah.
- Diam adalah emas. Tidak banyak mengobrol. Bicaranya juga yang bermanfaat, untuk menghindari fitnah.
- Sedikit bercanda agar tidak ada yang tersinggung apabila bercandaan kita keterlaluan atau berlebihan.
- Tidak berbisik tentang sesuatu yang bathil, maksudnya adalah menggunjing orang, membicarakan tentang keburukan orang. Ini ni namanya gossip atau ghibah.
- Tidak hiqd (menyimpan kemarahan);
- Tidak hasad, tidak iri ataupun dengki.
- Memiliki rasa malu untuk berbuat kesalahan agar kita takut bila berbuat dosa.
- Menjalin hubungan baik dengan tetangga karena Islam mengajarkan kita untuk menjaga dan memperbanyak tali silahturahmi
- Tawadhu’ tanpa merendahkan diri
- Berani, karena Allah dan karena kebenaran
- Halus, baik dalam sikap,tindakan, maupun cara berfikir kita
- Menjenguk orang sakit untuk mengurangi beban mereka dan ikut mendoakannya
- Komitmen dengan adab meminta ijin
- Berterimakasih kepada orang yang berbuat baik
- Merendahkan suara.
- Menyambung persaudaraan, sama halnya seperti menjaga silaturahmi
- Komitmen dengan adab mendengar, mendengar apa yang semestinya didengar dan tidak mendengar apa yang semestinya tidak didengar
- Komitmen dengan adab berbicara,berbicara tentang hal-hal yang baik saja
- Memuliakan tamu, ada dalam adab bertamu
- Mengumbar senyum di depan orang lain; menentramkn hati yang tersenyum
- Menjawab salam, ini wajib lhooo, kawan.
Baca juga : Ibadah yang benar (Shahihul Ibadah)...
Sifat-sifat yang perlu untuk dimiliki bila ingin meneguhkan akhlak kita :
1. Wara’
1. Wara’
Seorang Muslim hendaknya menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan dan mengambil jarak dari hal-hal yang syubhat.
“Yang halal itu telah nyata, yang haram juga telah nyata dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari hal-hal yang syubhat itu, berarti ia telah membersihkan Din-nya dan kehormatannya. Barangsiapa yang melakukan hal-hal yang syubhat itu, sungguh ia telah melaksanakan yang haram. Seperti seorang gembala yang menggembala di sekitar tempat terlarang, mungkin terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tempat terlarang. Ingatlah larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam itu ada segumpal darah yang apabila ia baik maka baik pulalah seluruh jasadnya dan apabila rusak, maka rusak pulalah seluruh jasadnya. Itulah hati!” (Muttafaq ‘Alaih)
Adapun tingkat wara’ yang paling tinggi adalah seperti disebutkan Rasulullah:
“Seorang hamba tidak akan mencapai derajat Muttaqin sehingga ia mampu meninggalkan hal-hal yang tidak mengandung dosa untuk menjaga diri dari hal-hal yang mengandung dosa.” (HR At-Tirmidzi)
2. Menundukkan pandangan
Hendaklah menundukkan pandangan dari apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Karena pandangan dapat membangkitkan nafsu birahi dan merangsang pelakunya untuk terjerumus ke dalam dosa dan ma’shiat. Oleh karena itu Al-Qur’an memberikan peringatan keras terhadap pandangan liar.
“Katakanlah kepada orang-orang Mu’min : “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; dan demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur [24]:30)
Sabda Rasulullah saw : “Pandangan itu merupakan salah satu anak panah iblis”
3. Menjaga lidah
Bahaya lidah sangat besar. Rasulullah saw. ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam sorga, lalu beliau bersabda: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik.” Dan beliau ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, kemudian beluai bersabda: “Dua hal yang kosong: Mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi)
Mu’adz bin Jabal berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah kita akan disiksa karena apa yang kita ucapkan?” Nabi saw. bersabda: “Bagaimana kamu ini wahai Ibnu Jabal, tidaklah manusia dicampakkan ke dalam api neraka kecuali karena akibat lidah mereka.” (HR. Tirmidzi)
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada lidahnya.” (HR. Thabrani, Ibnu Abu Dunya, al-Baihaqi)
Dari Shafwan bin Sulaim, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlaq yang baik.” (HR. Ibnu Abu Dunya)
Nabi saw. bersabda: “Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syetan.” (HR. Thabrani, Ibnu Hibban)
Berikut ini penyakit-penyakit lidah dan dimulai dengan yang paling ringan kemudian meningkat kepada yang lebih berat :
a. Pembicaraan yang tidak berguna
b. Berlebihan dalam berbicara
c. Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil
d. Perbantahan dan perdebatan
e. Pertengkaran
f. Berkata keji, jorok dan cacian
g. Nyanyian dan syair
h. Senda gurau
i. Ejekan dan cemoohan
j. Janji palsu
k. Berdusta dalam perkataan dan sumpah
l. Menggunjing (ghibah)
m. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan
Baca juga : Aqidah yang lurus (Salimul aqidah)..
4. Tawadhu’ (rendah hati)
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hendaknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasulullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan” (Muslim)
Dalam hadits qudsy, Allah berfirman :
“Kemuliaan adalah sarung-Ku dan keagungan adalah selendang-Ku, maka barangsiapa yang menentang-Ku dalam salah satunya, niscaya Aku menyiksa dia.” (Muslim)
Rasulullah saw. Bersabda : Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (Muslim)
Anas r.a. berkata : Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda, dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (Bukhari)
5. Rasa malu
Seorang Muslim harus memiliki sifat malu , tanpa kehilangan keberanian dalam kebenaran. Diantara bentuk sifat malu itu adalah tidak mencampuri urusan orang lain, menundukkan pandangan, rendah hati, tidak meninggikan suara, qona’ah (merasa cukup dengan yang ada) dan lain sebagainya.
“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih. Cabang yang paling utama adalah kalimat Laa Ilaaha IllAllah. Cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.” (Muttafaq ‘Alaih).
Malu adalah suatu sikap akhlak yang mendorong untuk meninggalkan perbuatan buruk dan menghalangi diri dari sikap lalai terhadap pemenuhan hak. Malu ialah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu itu, ialah karena memandang budi kebaikan dan melihat kekurangan diri, dan dari kedua pandangan itu timbul perasaan bernama malu.
6. Lemah lembut
Perjuangan Islam akan menghadapi berbagai ujian. Dari sini jelaslah bahwa tugas da’i amat berat. Tugas ini membutuhkan energi besar berupa kesabaran, ketegaran serta kelemah-lembutan.
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hendaknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasulullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi dari kesombongan” (Muslim)
Dalam hadits qudsy, Allah berfirman :
“Kemuliaan adalah sarung-Ku dan keagungan adalah selendang-Ku, maka barangsiapa yang menentang-Ku dalam salah satunya, niscaya Aku menyiksa dia.” (Muslim)
Rasulullah saw. Bersabda : Tiada berkurang harta karena sedekah, dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (Muslim)
Anas r.a. berkata : Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda, dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (Bukhari)
5. Rasa malu
Seorang Muslim harus memiliki sifat malu , tanpa kehilangan keberanian dalam kebenaran. Diantara bentuk sifat malu itu adalah tidak mencampuri urusan orang lain, menundukkan pandangan, rendah hati, tidak meninggikan suara, qona’ah (merasa cukup dengan yang ada) dan lain sebagainya.
“Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih. Cabang yang paling utama adalah kalimat Laa Ilaaha IllAllah. Cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.” (Muttafaq ‘Alaih).
Malu adalah suatu sikap akhlak yang mendorong untuk meninggalkan perbuatan buruk dan menghalangi diri dari sikap lalai terhadap pemenuhan hak. Malu ialah sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu itu, ialah karena memandang budi kebaikan dan melihat kekurangan diri, dan dari kedua pandangan itu timbul perasaan bernama malu.
6. Lemah lembut
Perjuangan Islam akan menghadapi berbagai ujian. Dari sini jelaslah bahwa tugas da’i amat berat. Tugas ini membutuhkan energi besar berupa kesabaran, ketegaran serta kelemah-lembutan.