Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)
Maksud dari kalimat ini adalah : Setiap dari kita dituntut untuk memerangi hawa nafsunya dan mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal shalih. Artinya, setiap pribadi dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan kejahatan.
Rasulullah bersabda :
اَلْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي اللهِ
“Seorang Mujahid adalah orang yang berjuang untuk memerangi hawa nafsunya karena Allah” (HR. Tirmidzi, shahih)
Beberapa ulama mengatakan bahwa Mujahidun linafsihi adalah seutama-utama jihad.
Baca juga : Mutsaqqoful fikri (Intelek dalam berfikir)...
Dalam sebuah hadits disebutkan : Dari Abu Dzar berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah : “Jihad manakah yang paling utama ?”, beliau bersabda: “Seutama-utama jihad adalah engkau memerangi dirimu dan hawa nafsumu karena dzat Allah ”(HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, shahih)
Allah berfirman: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)” (An-Nazi’at: 40-41)
Al-Hafizh Ibnu Hajar – rahimahullah- dalam kitab Fathul Bari berkata dengan menukil perkataan Ibnu Baththal: “Dan termasuk dari menahan hawa nafsu adalah mencegah dirinya dari bermaksiat (pelanggaran terhadap syariat Allah baik menyia-nyiakan hal yang wajib atau melakukan hal yang terlarang) dan mencegah diri dari syubhat (kerancuan dalam beragama) dan juga menahan diri dari seringkali mengikuti syahwat yang mubah, dan ini semua dimaksudkan untuk lebih banyak terkonsentrasikan dengan akhiratnya”, Dan hal ini juga dimaksudkan agar tidak menjadi kebiasaan yang menyeret kepada syubhat lalu tidak merasa aman untuk jatuh dalam hal yang haram”
Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah- berkata: “Musuh kamu bukanlah orang yang jika engkau membunuhnya niscaya kamu akan mendapatkan ganjaran dengan sebab itu, hanyalah musuhmu adalah jiwamu (hawa nafsumu) yang ada dikedua sisimu, maka perangilah hawa nafsumu lebih keras dari pada kamu memerangi musuhmu”
Ali bin Abi Thalib berkata: “Pertama yang kalian akan kehilangan dari agama kalian adalah jihad dalam memerangi hawa nafsu kalian”
Diantara nafsu-nafsu yang harus diperangi adalah :
-Nafsu marah
-Nafsu tidur berlebihan
-Nafsu makan berlebihan
-Nafsu belanja
-Nafsu melalaikan waktu
-Nafsu terhadap harta
-Nafsu terhadap lawan jenis
Manusia dalam pertarungannya melawan hawa nafsu dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang terkalahkan oleh hawa nafsu
Maka ia condong ke bumi dan cenderung kepada dunia, mereka itulah orang-orang kafir dan orang-orang yang mengikuti jejak orang-orang yang lupa kepada Allah swt, maka Allah membuat mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Q.S Al-Jaatsiyah: 23)
Baca juga : Qowiyyul jismi (kekuatan jasmani)...
2. Golongan yang berjuang melawan hawa nafsu.
Kadang-kadang mereka menang dan kalah. Ketika mereka melakukan kesalahan, segera mereka bertaubat. Ketika mereka berbuat kemaksiatan kepada Allah swt, mereka menyesalinya dan segera memohon ampunan-Nya.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Q.S Ali-Imran: 135)
Merekalah orang-orang yang diisyaratkan oleh rasulullah saw dengan sabdanya:
“Setiap anak Adam, melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah orang yang bertaubat.” (H.R Ahmad dan At-Tirmidzi).