Memprioritaskan Ibadah Haji dari Keperluan Sekunder...

Kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Ucapan syukur zahir batin selalu kita haturkan atas rahmat Allah kepada kita, yang senantiasa memberikan rezeki yang kita butuhkan dalam kehidupan.Semoga melalui nikmat yang dikaruniakan kepada kita, semakin membuat kita serius dan lebih bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan keimanan dan ke-Islaman kita, terkhusus dalam menyempurnakan rukun Islam yang menjadi inti ajaran agama kita. 

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai suri tauladan kita. Beliau bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji” (HR. Bukhari dan Muslim). Semoga Allah merahmati kitauntuk menyempurnakan rukun-rukun Islam, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. 
Melalui mimbar jum’atini, khatib berwasiat untuk diri sendiri dan hadirin sekalian, agar terus berupaya menyempurnakan ketaatan kita kepada Allah, dengan terus berupaya istiqamah menjalani kehidupan ini sesuai petunjuk Allah dan Nabi, dengan sekuat tenaga dan segenap kemampuan kita. Jangan sampai kita meninggal kecuali dalam keadaan sebagai seorang muslim. 

Ibadallah.

Tema khutbah kita adalah mengenai “Memprioritaskan Ibadah Haji dari Keperluan Sekunder”. 

Hadirin sekalian.

Kita memahami bersama bahwa Islam dibangun di atas lima rukun. Artinya, ada lima pondasi yang membuat bangunan Islam bisa berdiri tegak di atasnya. Tanpa lima pondasi ini –yaitu; bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji-, maka bangunan Islam kita belum bisa dianggap tegak berdiri.Mungkin ada orang yang akan berkata, “yang penting, kan bisa berdiri”. Maka kita sampaikan kepadanya bahwa tidak akan ada yang nyaman jika seseorang diminta berdiri dengan satu kaki, atau berdiri di atas jembatan yang kurang pondasinya.Islam adalah sebuah bangunan yang utuh, maka pahamilah bahwa rukun Islam menjadi asas tegaknya bangunan Islam tersebut.Jika salah satu pondasinya runtuh, atau tidak dibangun dengan baik, maka bangunan Islam kita tidak sempurna dan tidak nyaman ditempati.Dan salah satu rukun yang penting yang harus juga dibangun dengan baik adalah ibadah haji. Urgensi ibadah haji, tergambar dalam banyak ayat dan hadis. Dalam Surah Ali Imran: 97 Allah berfirman:

وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنِﭐسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…”


Urgensi ibadah haji ini juga tergambar dalam khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَقَالَ: خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:((أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمْ الْحَجَّ فَحُجُّوا)) فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَسَكَتَ، حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:((لَوْ قُلْتُ نَعَمْ، لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ)). ثُمَّ قَالَ:((ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ، فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ)).

“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  berkhutbah: “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan ke atas kalian haji, maka berhajilah.” Seseorang bertanya: Apakah setiap tahun wahai Rasulullah? Maka beliau diam, sampai orang tersebut mengulangi pertanyaannya tiga kali. Kemudian Rasulullah bersabda: Jika aku katakan ya, maka akan wajib ke atas kalian, dan pasti kalian tidak akan mampu melaksanakannya.” Rasulullah melanjutkan sabdanya: “Biarkanlah (jangan kalian tanyakan) sesuatu yang tidak aku jelaskan., sesungguhnya bencana yang menimpa kaum-kaum sebelum kalian adalah karena banyak bertanya dan berselisih kepada nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu, maka laksanakan sesuai kemampuan kalian, dan jika aku melarangan kalian melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah.” (Hr. Abu Dawud, an-Nasa-i, Ahmad dan Abd ar-Razzaq)

Hadirin yang dirahmati Allah.

Ibadah haji menjadi satu-satunya ibadah kolektif terbesar yang memiliki nilai yang luar biasa. Nilai serta keutamaan dan pahala yang tidak akan didapatkan pada rukun-rukun lainnya. Ibadah haji menjadi satu-satunya ibadah yang menuntut tiga dimensi pengorbanan; harta, jasad serta totalitas ketundukan terhadap manasik atau rukun-rukun haji.Tidak main-main, sampai-sampai ibadah haji ini setara dengan jihad, bahkan lebih afdhal dari jihad. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia bertanya kepada Rasulullah,

يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلاَ نَغْزُو وَنُجَاهِدُ مَعَكُمْ؟ فَقَالَ: ))لَكِنَّ أَحْسَنَ الجِهَادِ وَأَجْمَلَهُ الحَجُّ، حَجٌّ مَبْرُورٌ(( فَقَالَتْ عَائِشَةُ ))فَلاَ أَدَعُ الحَجَّ بَعْدَ إِذْ سَمِعْتُ هَذَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ((
“Wahai Rasulullah, apakah kami (kaum perempuan) boleh berjihad dan berperang bersama kalian? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Akan tetapi sebaik-baik jihad dan seindah-indahnya adalah haji, haji mabrur”. Aisyah berkata: Maka akupun tidak meninggalkan haji setelah aku mendengar itu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Hr. al-Bukhari)


Bahkan dalam riwayat-riwayat hadis lainnya, Rasulullah menjelaskan bahwa tidak ada balasan yang setimpal untuk haji yang mabrur kecuali surga. Haji juga menjadi sebab diampunkannya dosa-dosa,  dan mereka yang selalu melaksanakan haji dan umroh akan dijaga dari kefakiran dalam hidupnya. 

Hadirin yang dirahmati Allah.

Selanjutnya marilah kita bertanya kepada diri sendiri, sejauh manakah kita telah memberi perhatian untuk menyempurnakan rukun Islam yang terakhir ini?Apakah kita sudah benar-benar membulatkan niat untuk bisa melaksanakan haji, dan melakukan segala upaya agar niat tersebut bisa diwujudkan? 

Jika rukun Islam diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang utuh; pondasinya iman, tiangnya shalat, dindingnya puasa, lantainya zakat, maka kita pasti belum akan tenang dan nyaman jika rumah yang kita huni belum ada atap yang menaungi. Maka haji menjadi atap yang akan melindungi kita dari terik matahari dan hujan.Selayaknyalah kita memberi perhatian yang lebih, agar jangan sampai atap rumah itu bocor. Pasti kita akanmemilih genteng terbaik, agar selain kelihatan indah, juga memberikan perlindungan terbaik untuk keluarga kita yang tinggal di rumah tersebut. Sebagai kepala rumah tangga yang bijak, kita pastilah akanlebih memilih menyempurnakan bangunan rumah kita terlebih dahulu, sebelum hal-hal lain seperti membeli kendaraan roda empat apalagi yang harganya mahal.

Apa anggapan kita, jika kita melihat seseorang yang lebih memilih membeli mobil dan tinggal di dalam rumah tanpa atap, daripada menyempurnakan rumahnya tersebut? Mungkin segala macam sifat buruk akan kita sematkan kepada orang tersebut.Itulah kita sekarang, jika kita tidak memberikan prioritas untuk bisa melaksanakan rukun Islam kelima tersebut.Tidak ada hal yang terpenting dalam kehidupan kita ini, kecuali kesempurnaan Islam. Seluruh ayat Al-Qur’an mengisyaratkan kepada kita agar mengerahkan segenap kemampuan kita untuk menyempurnakannya sebelum datang “maniyyah”, kematian yang tidak akan memberikan kabar kedatangannya. 

Tapi setan terus berupaya menggagalkan kita untuk menyempurnakan Islam kita. Misalnya dengan membisikkan ke telinga kita dan mengatakan: masa tunggu haji sangat lama… Umurmu tidak cukup untuk menunggu sampai saat berangkat!

Apakah hal inibisa menjadi alasan?Tidak wahai saudaraku… Karena jadi berangkat atau tidak itu urusan Allah, sedangkan kewajiban kita adalah berusaha untuk mendaftar dan mengumpulkan dana agar bisa berangkat.Tidak mungkin seseorang menjadi sarjana, jika mendaftar sebagai mahasiswa saja tidak ia lakukan. Semua proses itu harus dilakukan dengan sabar, seraya terus menerus berdoa kepada Allah agar diberikan kemudahan. 

Kalaulah kita khawatir umur kita tidak sampai hari keberangkatan jika mendaftar sekarang melalui jalur reguler, kenapa tidak menggunakan jalur lain agar bisa segera berangkat, setahun atau dua tahun setelah mendaftar? Akan tetapi lagi-lagi orang yangtidak benar-benar punya niat akan mengemukakan alasannya. Ia akan berkata: “itu terlalu mahal, terlalu besar biayanya, kebutuhan keluarga saya masih banyak, saya mau yang standar saja. 


Kita katakan kepada mereka, apakah mobil yang anda beli, lebih murah dari biaya haji yang akan anda keluarkan. Mengapa ketika membeli hal-hal yang sekuder tersebut, anda tidak berpikir lama, akan tetapi untuk kesempurnaan Islam, untuk kebahagiaan yang abadi, anda berpikir ribuan kali.Seakan-akan kita lebih memilih masuk keselokan dunia daripada keluar menuju taman surga yang indah. Sebesar itukah ambisi kita memenuhi keperluan sekunder, hingga mengalahkan kebutuhan primer kita yaitu agama kita sendiri. Padahal yang kita simpan lebih dari cukup untuk kita menyempurnakan ke-Islaman kita. 

Sungguh kita merasa malu, ketika mendengar penjual gorengan, penjual mie ayam, pencari barang rongsokan, yang dengan kesungguhan mereka, akhirnya dipilih Allah untuk menjadi tamunya di Baitullah, untuk menjadi salah satu hamba yang menjawab seruan Nabi Ibrahim alaihis salam, menjadi tamu Allah yang mendapat kemulian untuk melihat dua tanah haram. Allah berfirmanyang artinya,

…Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.(QS. Al-Hajj : 27).

Hadirin yang dirahmati Allah.

Marilah untuk terus berupaya menyempurnakan rukun Islam kita. Kuatkan niat untuk melaksanakan haji. Daftarkan segera diri kita menjadi salah satu hamba yang akan memenuhi panggilan Allah ke tanah suci. Urusan kita adalah niat, daftar dan doa. Adapun masalah waktu keberangkatan adalah hak Sang Maha Pengatur Waktu, Allah subhanahu wata'ala.Jangan pernah mencintai harta sampai membuat kita bakhil, karena kebakhilan hanya akan membawa kepada kesengsaraan


Oleh: Ust. Arfiansyah Harahap, S.Pd.I., Lc., M.Pd.I 
(Bidang Pendidikan dan Pesantren, PW IKADI DIY)
 

Luar biasanya Al-Quran...

Membaca Al Quran tidak akan mengurangi waktumu. Justru sebaliknya, ia akan menambah waktumu. Secara hitungan matematika dunia, me...

ARTIKEL POPULER