Taubat adalah pintu masuk dan pelita yang menerangi jalan menuju Allah. Dialah yang memerintah, melarang dan memperingatkanmu.
Jika kita tekun bertobat, terus menerus mengingat dan melaksanakannya, maka sebagai hasilnya akan tumbuh dalam dirinya daya kewaspadaan. Jika setan datang membisiki dan menggoda untuk mengikutinya, ia segera sadar, tetap pada pendiriannya dan takut kepada Allah “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (Al Araf : 201).
Jika ia terus memegang teguh taubat, maka setan akan putus harapan terhadapnya, karena tahu bahwa ia telah melindungi diri dari kewaspadaan; diri, perasaan dan ruhnya telah disinari oleh hakekat pengetahuan yang benar, selain juga ketaatan. Ketika itulah ia berada dalam lindungan Allah “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagi kalian terhadap mereka.” (Al Hijr : 42).
Baca juga : Rahasia pertama kemenangan dakwah...
Bekal dan senjata untuk mencegah kejahatan dan memerangi setan adalah taubat. Jika kita berpegang teguh kepadanya, kita akan meningkat dari tingkatan orang-orang lalai kepada tingkatan orang-orang yang ingat dan termasuk di dalam lindunganNya, “Sesungguhnya hamba-hambaKu tidak ada kekuasaan bagi kalian terhadap mereka.” (Al Hijr : 42).
Lalu bagaimana kita bertaubat, hendaklah kita menyadari bahwa kita telah melakukan kelalaian dan kesalahan, serta telah menyia-nyiakan kewajiban terhadap Allah SWT. Kita adalah orang yang paling tahu diri kita sendiri, sedangkan Allah lebih tahu tentang diri kita dari pada diri kita sendiri. Sadarilah bahwa kita adalah makhluk yang lemah, sedangkan Allah adalah Maha kuat ; Kita adalah pihak yang membutuhkan, sedangkan Dia adalah pemilik karunia; Kita adalah pelaku dosa, sedangkan Dia yang Maha Benar.
Dosa sesungguhnya akan dapat menjauhkan kita dari Nya serta memindahkan kita dari daftar hamba-hamba Allah yang muqarabbin (didekatkan kepada Allah) ke daftar mudznibin (pelaku dosa); dari daftar mahbubin (orang yang dicintai) ke daftar para mahquqin (orang yang dimurkai); dari daftar muhsinin(orang yang berbuat baik) ke daftar para musi’in (orang yang berbuat jahat), jika kita mengingat ini maka akan datanglah penyesalan. Rasulullah bersabda “Berbahagialah orang yang matanya menangis karena takut kepada Allah.”
Perasaan, kesadaran penyesalan, tekad dan keinginan itulah taubat sejati. Dalam hadist disebutkan “Taubat adalah tekad”, hadist ini menyebutkan bagian pertengahan, yaitu tekad, karena tekad muncul dari kesadaran dan penyesalan dan akan melahirkan kehendak. Maka rasulullah SAW memilih rukun yang paling kuat.
Dalam ketentuan umat-umat terdahulu, untuk bertaubat harus ada korban, sedangkan kita cukup bertaubat dengan gerakan hati dan perasaan. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al Baqarah : 286).
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali Imran : 135-136).
Baca juga : Problematika ummat...
“Sesungguhnya taubat (yang dijanjikan kepastian ampunannya) oleh Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (An Nisa : 17).
Ayat-ayat ini mengandung rahasia yang lembut maknanya, disini terdapat kata “memperbaiki diri”, karena taubat yang dibicarakan dalam ayat ini berkaitan dengan dosa kemasyarakatan, dosa yang berkaitan dengan kemasyarakatan maka bertaubatnya harus diiringi dengan perbuatan, yaitu perbuatan yang membuktikan kesungguhan dan ketulusan taubat itu. Jika pemilik hak adalah masyarakat, maka orang yang bertaubat harus diuji supaya mengembalikan hak sipil masyarakat.
Jika Allah tidak menghendaki kita bertaubat, niscaya Dia tidak memberikan ilham kepada kita untuk bertaubat. Jika kita kembali kepada Allah dengan bertaubat, maka itu merupakan petunjuk bahwa Dia mencintai kita “Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (At Taubah : 118).