Dentuman meriam terdengar dengan keras, serpihan peluru terpencar mengenai beberapa prajurit di medan yang terselimuti debu peperangan, suara teriakan kesakitan menggema, rentetan peluru saling bersahutan, tiga buah dentuman keras terdengar kembali memekakkan telinga, bunyi peluit sahut menyahut menandakan para gerilyawan agar mundur dari kancah peperangan.
Dentuman sekali lagi terdengar keras, sebuah bangunan klasik hancur berkeping-keping, beberapa orang terpental beberapa ratus meter akibat bom itu, sesekali Ufuk memuntahkan senapan AK-47 nya kesegala arah, ia berusaha mengenai beberapa rombongan prajurit yang mendekat, beberapa dari mereka terlihat berjatuhan, beberapa bersembunyi dalam bangunan besar diseberangnya.
Dikokangnya lagi senapannya, namun peluru habis, dibuangnya senjata itu dan ia mengambil sebuah senapan rakitan yang terjatuh di depannya. Peluit panjang terdengar menggema disekitar gang sempit tempat persembunyian para gerilyawan. Ufuk belum puas bila ia belum menghancurkan musuhnya kali ini.
Dilihatnya sebuah kolam penuh dengan darah, ia kemudian berputar dan bersembunyi di balik kolam itu, Ufuk memutar tubuhnya kesegala arah untuk mencari teman-temannya yang sudah mundur, ia melihat sebuah bangunan klasik bekas sebuah kantor pos besar di hadapannya, nampak Umit melambai-lambaikan tangannya dari jendela lantai ke dua, Ufuk membalasnya dengan lambaian tangan.
Bunyi luitan tiba-tiba terdengar dengan cepat, sebuah mortar tank tiba-tiba mengenai bangunan kantor pos itu, bebatuan berhamburan membuncah terkena buncahan timah panas dengan kecepatan yang luar biasa. Beberapa batuan mengenai tubuhnya, dibukanya kelopak matanya, nampak bangunan itu telah hancur.
Ufuk berusaha bergerak, namun kakinya terasa sangat sakit, sebuah tembok besar telah menghimpit kakinya, ia kini terjebak di tengah-tengah pertempuran, didengarnya beberapa lelaki bersuara keras memberi perintah dengan bahasa yang tidak dipahaminya. ‘Matilah aku’, pikirnya, ia mencoba membalikkan tubuhnya dengan tenaga seadanya, dan kini ia bisa melihat gerak gerik mereka.
Baca juga : Arti seorang sahabat...
Hanya sekitar 300 meter jaraknya dari para prajurit itu, mereka nampak senang dan puas, dentuman-dentuman bom masih terdengar, namun lambat laun semakin menghilang, kini sebuah rentetan peluru saling sahut menyahut. Dadanya sedikit bergetar ketika 12 orang prajurit musuh mendekati tempat persembunyiannya, nampak mereka mengamankan jalan yang dilalui dari bom rakitan yang dipasang gerilyawan.
3 dari prajurit itu nampak jelas dari pengawasannya, sedangkan 9 lainnya menyebar. Salah satu dari prajurit itu nampak hanya bersenjatakan sebuah pistol, Ufuk menebak mungkin prajurit itu adalah seorang pimpinan regu, mereka bergumam dengan bahasa yang tidak dipahami, Ufuk melihat senapan di tangannya, dilihat dan dihitung jumlah peluru didalamnya, hanya tinggal 3 peluru, ia berdoa sebentar dan mengawasi mereka.
Beberapa menit kemudian sebuah jeap muncul dan mendekati ketiga orang itu, nampak seseorang dengan baju seragam lengkap turun dari jeap, Ufuk menebak orang yang baru turun itu mungkin sang pimpinan serangan yang selama ini diincarnya, salah satu prajurit kemudian menaiki jeap itu dan berkeliling sebentar untuk mengamati apakah ada gerilyawan didekat mereka, beruntung ufuk bersembunyi dibalik kolam bekas ledakan mortar beberapa menit sebelumnya sehingga prajurit itu tak menyadari ada orang yang bersembunyi disana, selang waktu beberapa menit kemudian ia bersama jeapnya pergi entah kemana.
Semakin kumantapkan pandanganku ke jenderal itu, seorang lelaki berperawakan gemuk dengan kumis tebal dan kepala botak, ia diikuti salah seseorang prajuritnya masuk ke dalam ruang tamu yang telah hancur, dengan niat baja aku mengawasi mereka.
Kugenggam erat senapan anginku, seorang prajurit berjaga-jaga dari luar, ia nampak mengawasi sang jenderal yang sedang berdialog dengan bawahannya, kumasukkan sebuah peluru ke senapanku, kukokang dengan pelan agar tidak terdengar oleh mereka, kesempatanku untuk menembak, sang jenderal dengan bawahannya terlihat cuek, mereka serius membicarakan serangkaian serangan berikutnya terhadap para gerilyawan.
Kubuat rencana untuk merubuhkan mereka dan membawa kemenangan untuk bangsaku, akan kujatuhkan pengawal itu dulu, baru sang jenderal, pikirku. Sebuah pesawat pemberi bantuan melintas diatas kepala kami, suaranya sangat keras, kesempatanku membidik mulai kulakukan, sebuah suara letupan kecil terdengar dari senapanku, suaranya tidak terdengar karena tertutupi oleh suara pesawat yang melintas, seorang prajurit rubuh, sang jenderal dan bawahannya tidak menyadari kalau pengawalnya rubuh.
Aku semakin yakin kemenangan ditanganku, kukokang sekali lagi senapanku dan kumasukkan sebuah peluru lagi, kubidik kepala sang jenderal dengan cepat, darahnya memuncrat mengenai bawahannya yang nampak terkejut, ia mencari kesegala arah darimana arah tembakan tadi, dan ia melihatku dibalik kolam, ia berteriak memanggil teman-temannya, dilihatnya seorang prajurit yang tergeletak ditengah jalan. Kukokang senapan anginku dengan cepat dan dengan segera kubidikkan senapanku dan mengenai dadanya, beberapa prajurit mendekati mereka dan dengan segera aku menyembunyikan tubuhku dibalik reruntuhan bangunan kantor pos yang hancur berkeping-keping.
Baca juga : Sa'ad bin abi waqqas...
Sebuah senandung dzikir tergumam dari bibirku, suara rentetan senapan mesin terdengar sangat dekat, dan mengenai hampir semua benda disekitarku, mereka menembak membabi buta menunjukkan kepanikan mereka, mereka saling berteriak dan melempar beberapa granat di bangunan di dekatnya, dentuman sekali lagi terdengar.
Aku hanya memejamkan mataku sambil berdzikir dengan khusyuk, lambat laun suara mereka menghilang. Sunyi senyap, hanya suara angin semilir terhembus dari lubang pengintaianku, kudengar suara langkah beberapa orang mendekat. Ku pegang erat senapanku, bahasa ini kukenal.
“Kenapa mereka mundur, padahal kita sudah terdesak.” Kata salah satu dari mereka. Aku kemudian berusaha bangkit dengan melemparkan segenggam batu dari tanganku, mereka melihat tandaku dan menghampiriku yang berusaha bangkit. Senyuman menyeruak dari wajahku.
Aku senang melihat saudara-saudaraku, kali ini kemenangan ditangan kami, kudekati mayat para zionis dengan seksama, sebuah kata syukur dan teriakan takbir menggema dengan keras, kami berpelukan satu sama lain, rasa sakit dari kakiku tiba-tiba hilang, kulihat kembali beberapa bangunan yang telah hancur. Kami akan kembali, gumamku.
Edited 13 june 2007