Seseorang yang sukses, serupa seorang pendaki yang berhasil mencapai puncak gunung, untuk sampai ke sana, ia harus berhati-hati dan pantang berputus asa ketika menapaki jalan yang menanjak.
Harus yakin kala menempuh jalan sulit. Harus optimis kala merayapi tebing-tebing yang curam. Harus tabah kala kaki-kaki tanpa sengaja tergelincir batu licin. Tubuh bisa saja limbung dan oleng karena lelah dan lapar. Tapi kita harus tetap tegar.
Karena, jalan-jalan ke puncak pendakian seringkali gelap, tanpa penerangan.
Ketika jalan di depan gelap, kita harus segera menyalakan senter, sebelum kaki kita terantuk padas, atau kepala terbentur pohon.
Ketika menemui jalan buntu, kita harus mau membuka atau menemukan jalan lain.
Baca juga : Allah tak akan menyusahkan manusia...
Semua sudah menjadi sunnatullah, bahwa untuk mencapai kesuksesan, harus mengatasi berbagai rintangan.
Allah sendiri telah menyatakan akan memberikan ujian dan cobaan dengan berbagai rupa bentuk. Baik berupa ujian ketakutan, kelaparan, kemiskinan, kefakiran, bahkan kematian.
Namun seperti halnya anak sekolah, ujian itu untuk “kenaikan kelas” kita, untuk meningkatkan derajat kita.
Kalau kita bersedia menjalani dengan segenap rasa sakit dan seluruh nyeri lukanya, kita akan lulus. Dan kita akan lulus kalau kita sabar.
Karena, pada akhirnya kita akan memperoleh kegembiraan.
”Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 155)
Baca juga : Tujuan dan cita-cita...
Ketika menempuh ujian hidup, sebagaimana perjalanan mendaki gunung, kita harus punya bekal dan persiapan.
Ibarat mobil, kita perlu persiapan “bahan bakar”, dengan bahan bakar, kita bisa tetap melaju, tanpa harus didorong. Dengan bahan bakar, kita akan siap untuk mengeluarkan keringat, darah dan air mata, yang menjadi pagar-pagar kesuksesan. Dengan bahan bakar, kita siap kerja keras dan kerja cerdas secara maksimal.
Semoga bermanfaat dan barokah