Setelah kita memahami makna syahadat yang mengandung konsekuensi keikhlasan dalam beribadah hanya kepada Allah maka kita bahas tentang syahadat yang kedua Di dalam riwayat lain disebutkan dengan kalimat yang lebih lengkap :
“Bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin As-Shamit)
Yakni persaksian yang diberikan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib yang berasal dari Bani Hasyim dari Quraisy dari kalangan Arab dengan dua sifat besar dan mulia yaitu Al-Ubudiyah (kehambaan khusus) dan Ar-Risalah (kerasulan).
Sifat kehambaan ialah meyakini bahwa beliau adalah seorang hamba Allah yang diciptakan–Nya, milik Allah; yang berarti tidak memiliki sifat ketuhanan, rububiyah atau uluhiyah. Tidak pula memiliki sifat yang menyerupai sifat-sifat Allah. Di mana beliau tidak bisa menolak takdir, mengabulkan doa, atau menentukan siapa yang mendapatkan hidayah dan siapa yang tidak, demikian seterusnya.
Mengenal Rasul perlu mengenal sifat-sifatnya. Bagian tingkah laku, kepribadian, dan penampilan diwarnai oleh sifat seseorang. Begitupun Nabi Muhammad saw dapat digambarkan melalui sifat-sifatnya. Mengetahui sifat-sifat ini diharapkan kita menyadari siapa sebenarnya Rasul dan kemudian kita dapat mengikutinya. Sifat Nabi seperti manusia biasa yang sempurna dapat diikuti oleh kita, karena tingkah laku atau perbuatannya seperti yang dilaksanakan manusia maka kitapun pasti dapat mengikutinya.
Kemudian kita semakin percaya kepada apa-apa yang dibicarakan atau disampaikan Rasul adalah yang benar karena sifat beliau yang ‘ismah (terpelihara dari kesalahan), selain itu beliau adalah orang yang cerdas, berarti apa yang dibawanya adalah hasil dari pemikiran dan analisa yang mendalam, tepat dan baik.
Sifat amanah adalah juga sifat asas yang setiap manusia pasti menyenangi berkawan dengan mereka yang amanah, kita sebagai muslim perlu mengikuti sifat ini dengan sempurna begitupun dengan sifat lainnya seperti tabligh dan iltizam. Sifat-sifat ini menggambarkan akhlaq mulia yang diwarnai oleh akhlaq Al-Qur’an dan sangatlah sesuai dijadikan sebagai contoh yang baik bagi kita.
Kesempurnaan Jiwa dan Kemuliaan Akhlaq Rasulullah saw.
Nabi saw lain daripada yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan ucapannya, yang selalu disampaikan pada kesempatan yang paling tepat dan di tempat yang tidak sulit diketahui, lancar, jernih kata-katanya, jelas pengucapan dan maknanya, sedikit ditahan, disisipi kata-kata yang luas maknanya, mengkhususkan pada penekanan-penekanan hukum, mengetahui logat-logat bangsa Arab, berbicara dengan setiap kabilah Arab menurut logat masing-masing, berdialog dengan mereka menurut bahasa masing-masing, ada kekuatan pola bahasa Badui yang cadas berhimpun pada dirinya, begitu pula kejernihan dan kejelasan cara bicara orang yang sudah beradab, berkat kekuatan yang datang dari Ilahi dan dilantarkan lewat wahyu.
Baca juga : Makanatur Rasul...
Beliau adalah orang yang lembut, murah hati, mampu menguasai diri, suka memaafkan saat memegang kekuasaan dan sabar saat ditekan. Ini semua merupakan sifat-sifat yang diajarkan Allah.
Orang yang murah hati bisa saja tergelincir dan terperosok. Tapi sekian banyak gangguan yang tertuju kepada beliau justru menambahkan kesabaran beliau. Tingkah polah orang-orang bodoh yang berlebih-lebihan justru menambah kemurahan hati beliau.
Aisyah berkata, “Jika Rasulullah saw harus memilih di antara dua perkara, tentu beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu dia membalas karena Allah. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.”
Di antara sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliau yang sulit digambarkan, bahwa beliau memberikan apapun dan tidak takut menjadi miskin.
Ibnu Abbas berkata, “Nabi saw adalah orang yang paling murah hati. Kemurahan hati beliau yang paling menonjol adalah pada bulan Ramadhan saat dihampiri Jibril. Jibril menghampiri beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, untuk mengajarkan Al Qur’an pada beliau. Beliau benar-benar orang yang lebih murah hati untuk hal-hal yang baik daripada angin yang berhembus.”
Jabir berkata, “Tidak pernah beliau dimintai sesuatu, lalu menjawab, ‘Tidak’.”
Keterangan-keterangan ini disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhary, 1/502-503
Rasulullah saw memiliki keberanian, patriotisme, dan kekuatan yang sulit diukur. Beliau adalah orang yang paling pemberani, mendatangi tempat-tempat yang sulit. Berapa banyak para pemberani dan patriot yang justru lari dari hadapan beliau. Beliau adalah orang yang tegar dan tidak bisa diusik, terus maju dan tidak mundur serta tidak gentar.
Siapa pun orang pemberani tentu akan lari menghindar dari hadapan beliau. Ali berkata, “Jika kami sedang dikepung kekuatan dan bahaya, maka kami berlindung kepada Rasulullah saw. Tak seorang pun yang lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau.” Asy-Syifa’, Al-Qadhy Iyadh, 1/89
Anas berkata, “Suatu malam penduduk Madinah dikejutkan oleh sebuah suara. Lalu orang-orang semburat menuju ke sumber suara tersebut. Mereka bertemu Rasulullah saw yang sudah kembali dari sumber suara itu. Beliau lebih dahulu datng ke sana daripada mereka. Saat itu beliau menunggang kuda milik Abu Thalhah dan di leher beliau ada pedang. Belia bersabda, Kalian tidak usah gentar. Kalian tidak usah gentar!'’
Nabi saw adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Abu Sa’id Al-Khudry berkata, “Beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui dari raut mukanya.” Shahih Al-Bukhary, 1/504
Beliau tidak pernah lama memandang ke wajah seseorang, menundukkan pandangan, lebih banyak memandang ke arah tanah daripada memandang ke langit, pandangannya jeli, tidak berbicara langsung di hadapan seseorang yang membuatnya malu, tidak menyebut nama seseorang secara jelas jika beliau mendengar sesuatu yang kurang disenanginya, tetapi beliau bertanya “Mengapa orang-orang itu berbuat begitu?”
Nabi saw adalah orang yang paling adil, paling mampu menahan diri, paling jujur perkataannya dan paling besar amanatnya. Orang yang mendebat dan bahkan musuh beliau pun mengakui hal ini. Sebelum nubuwah beliau sudah dijukuki Al-Amin (orang yang terpercaya). Sebelum Islam dan pada masa Jahiliyah beliau juga ditunjuk sebagai hakim.
At-Tirmidzy meriwayatkan dari Ali, bahwa Abu Jahal pernah berkata kepada beliau, “Kami tidak mendustakan dirimu, tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa.” Karena itu kemudian Allah menurunkan ayat tentang orang-orang yang mendustakan itu, “Mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, tetapi orang-orang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An’am: 33).
Heraklius (kaisar Romawi) mengajukan pertanyaan kepada Abu Sufyan yang ketika itu masih dalam kekafiran, “Apakah kalian menuduhnya dusta sebelum dia mengatakan apa yang dia katakan?” Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”
Nabi saw adalah orang yang paling tawadhu’ dan paling jauh dari sifat sombong. Beliau tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan terhadap para raja. Beliau biasa menjenguk orang sakit, duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, duduk di tengah para sahabat, sama seperti keadaan mereka.
Aisyah berkata, “Beliau biasa menambal terompahnya, menjahit bajunya, melaksanakan pekerjaan dengan tangannya sendiri, seperti yang dilakukan salah seorang di antara kalian di rumahnya. Beliau sama dengan orang lain, mencuci pakaiannya, memerah air susu dombanya dan membereskan urusannya sendiri.” Misykatul-Mashabih, 2/520
Dalam sebuah perjalanan beliau memerintahkan untuk menyembelih seekor normal. Seseorang berkata, “Akulah yang akan menyembelihnya.”
Yang lain berkata, “Akulah yang akan mengulitinya.”
Yang lain lagi berkata, “Akulah yang akan memasaknya.”
Lalu beliau bersabda, “Akulah yang akan mengumpulkan kayu bakarnya.”
Mereka berkata, “Kami akan mencukupkan bagi engkau.”
Beliau bersabda, “Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku tidak suka berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya yang berbeda di tengah rekan-rekannya.” Setelah itu beliau bangkit lalu mengumpulkan kayu bakar. Khulashatus-Sair, 22
Yang lain lagi berkata, “Akulah yang akan memasaknya.”
Lalu beliau bersabda, “Akulah yang akan mengumpulkan kayu bakarnya.”
Mereka berkata, “Kami akan mencukupkan bagi engkau.”
Beliau bersabda, “Aku sudah tahu kalian akan mencukupkan bagiku. Tapi aku tidak suka berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya yang berbeda di tengah rekan-rekannya.” Setelah itu beliau bangkit lalu mengumpulkan kayu bakar. Khulashatus-Sair, 22
Baca juga : Ta'rifur Rasul...
Kita berikan kesempatan kepada Hindun bin Abu Halah untuk menggambarkan sifat-sifat Rasulullah saw. Dia berkata, “Rasulullah saw seperti tampak berduka, terus-menerus berpikir, tidak punya waktu untuk istirahat, tidak bicara jika tidak perlu, lebih banyak diam, memulai dan mengakhiri perkataan dengan seluruh bagian mulutnya dan tidak dengan ujung-ujungnya saja, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang luas maknanya, terinci tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, dengan nada yang sedang-sedang, mengagungkan nikmat sekalipun kecil, tidak mencela sesuatu, tidak pernah mencela rasa makanan dan tidak terlalu memujinya, tidak terpancing untuk cepat-cepat marah jika ada sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran, tidak marah untuk kepentingan dirinya, lapang dada, jika memberi isyarat beliau memberi isyarat dengan seluruh telapak tangannya, jika sedang marah beliau berpaling dan tampak semakin tua, jika sedang gembira beliau menundukkan padangan matanya. Tawanya cukup dengan senyuman, yang senyumannya mirip dengan butir-butir salju. Beliau senantiasa gembira, murah hati, lemah lembut, tidak kaku dan keras, tidak suka mengutuk, tidak berkata keji, tidak suka mencela, tidak obral memuji, pura-pura lalai terhadap sesuatu yang tidak menarik dan tidak tunduk kepadanya, meninggalkan tiga perkara dari dirinya: Riya’, banyak bicara dan membicarakan sesuatu yang tidak perlu. Beliau meninggalkan manusia dari tiga perkara: Tidak mencela seseorang, tidak menghinanya, dan tidak mencari-cari kesalahannya.” Asy-Syifa’, Al-Qadhy Iyadh, 1/121-126
Kharijah bin Zaid berkata, “Nabi saw adalah orang yang paling mulia di dalam majelisnya, hampir tak ada yang keluar dari pinggir bibirnya. Beliau lebih banyak diam, tidak berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara dengan cara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya rinci, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para sahabat tertawa jika beliau tersenyum, karena mereka hormat dan mengikuti beliau.”
Rasulullah saw adalah gudangnya sifat-sifat kesempurnaan yang sulit dicari bandingannya. Allah membimbing dan membaguskan bimbingan-Nya, sampai-sampai Allah berfirman terhadap beliau seraya memuji beliau, “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Sifat-sifat yang sudah disebutkan di sini hanya sebagian kecil dari gambaran kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat beliau. Hakikat sebenarnya yang menggambarkan sifat dan ciri-ciri beliau adalah sesuatu yang tidak bisa diketahui secara persis hingga sedetail-detailnya. Adakah orang yang mengaku bisa mengetahui hakikat diri manusia yang paling sempurna dan mendapat cahaya Rabb-nya, hingga akhlaqnya pun adalah Al-Qur’an.