Ibadah sunnah di dalam ibadah sholat
yang paling utama adalah sunnah rawatib. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa mengerjakannya dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam
keadaan mukim (tidak bepergian jauh).
Sesungguhnya diantara hikmah dan rahmat Allah atas
hambanya adalah disyariatkannya At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan
pada ibadah wajib diiringi dengan adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang
serupa. Hal itu dikarenakan untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada
ibadah wajib.
Dan sesungguhnya at-tathowwu’ (ibadah
sunnah) di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah sunnah rawatib.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengerjakannya
dan tidak pernah sekalipun meninggalkannya dalam keadaan mukim (tidak bepergian
jauh).
Mengingat pentingnya ibadah ini, serta dikerjakannya
secara berulang-ulang sebagaimana sholat fardhu
1. Keutamaan Sholat
Rawatib
Ummu Habibah radiyallahu ‘anha telah meriwayatkan
sebuah hadits tentang keutamaan sholat sunnah rawatib, dia berkata: saya
mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa
yang sholat dua belas rakaat pada siang dan malam, maka akan dibangunkan
baginya rumah di surga“. Ummu Habibah berkata: saya tidak pernah
meninggalkan sholat sunnah rawatib semenjak mendengar hadits tersebut. ‘Anbasah
berkata: Maka saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari Ummu Habibah. ‘Amru bin Aus berkata: Saya tidak pernah
meninggalkannya setelah mendengar hadits tersebut dari ‘Ansabah. An-Nu’am bin
Salim berkata: Saya tidak pernah meninggalkannya setelah mendengar hadits
tersebut dari ‘Amru bin Aus. (HR. Muslim no. 728).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan sebuah hadits tentang sholat sunnah rawatib sebelum (qobliyah)
shubuh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Dua
rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat
yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia
seisinya” (HR. Muslim no. 725)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang
paling utama di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim
(tidak berpegian) maupun dalam keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah
meriwayatkan tentang keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya,
Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269,
At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
Hadits Ummu Habibah di atas menjelaskan bahwa jumlah
sholat rawatib ada 12 rakaat dan penjelasan hadits 12 rakaat ini diriwayatkan
oleh At-Tarmidzi dan An-Nasa’i, dari ‘Aisyahradiyallahu ‘anha, ia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka
Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur,
dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat
sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414,
An-Nasa’i no. 1794)
3. Apakah Sholat
Rawatib 4 Rakaat Qobiyah Dzuhur Dikerjakan dengan Sekali Salam atau Dua Kali
Salam?
As-Syaikh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata:
“Sunnah Rawatib terdapat di dalamnya salam, seseorang yang sholat rawatib empat
rakaat maka dengan dua salam bukan satu salam, karena sesungguhnya nabi
bersabda: “Sholat (sunnah) di waktu malam dan siang dikerjakan dua rakaat salam
dua rakaat salam”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin14/288)
4. Apakah Pada
Sholat Ashar Terdapat Rawatib?
As-Syaikh Muammad bin Utsaimin rahimahullah berkata,
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum dan sesudah sholat ashar, namun disunnahkan
sholat mutlak sebelum sholat ashar”. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Al-Utsaimin 14/343)
As-Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz rahimahullah berkata:
“Tidak ada sunnah rawatib sebelum sholat jum’at berdasarkan pendapat yang
terkuat di antara dua pendapat ulama’. Akan tetapi disyari’atkan bagi kaum
muslimin yang masuk masjid agar mengerjakan sholat beberapa rakaat semampunya”
(Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 12/386&387)
6. Sholat Rawatib
Ba’diyah Jum’at
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
seseorang di antara kalian mengerjakan sholat jum’at, maka sholatlah sesudahnya
empat rakaat“. (HR. Muslim no. 881)
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun sesudah sholat jum’at, maka terdapat sunnah rawatib sekurang-kurangnya dua rakaat dan maksimum empat rakaat” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Bin Baz 13/387)
7. Sholat Rawatib
Dalam Keadaan Safar
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,
“Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam didalam safar
senantiasa mengerjakan sholat sunnah rawatib sebelum shubuh dan sholat sunnah
witir dikarenakan dua sholat sunnah ini merupakan yang paling utama di antara
sholat sunnah, dan tidak ada riwayat bahwasannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah selain keduanya”. (Zaadul
Ma’ad 1/315).
As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat rawatib kecuali sholat witir dan rawatib sebelum subuh”. (Majmu’ Fatawa 11/390).
8. Waktu
Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah
maka waktunya dimulai dari masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu
dikerjakan, dan sholat rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya
sholat fardhu hingga berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
9. Mengganti
(mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari Anas radiyallahu ‘anhu dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak ada tebusan
kecuali hal itu“. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Dan hadits ini meliputi sholat fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah
rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 23/90)
10. Apakah
Mengerjakan Sholat Rawatib Atau Mendengarkan Nasihat?
Dewan Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Saudi:
“Disyariatkan bagi kaum muslimin jika mendapatkan nasihat (kultum) setelah
sholat fardhu hendaknya mendengarkannya, kemudian setelahnya ia mengerjakan
sholat rawatib seperti ba’diyah dzuhur, maghbrib dan ‘isya” (Fatawa
Al-Lajnah Ad-Daimah LilBuhuts Al-‘Alamiyah Wal-Ifta’, 7/234)
Ibmu Qoyyim rahimahullah berkata: “Terdapat kumpulan
sholat-sholat dari tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehari semalam
sebanyak 40 rakaat, yaitu dengan menjaga 17 rakaat dari sholat fardhu, 10
rakaat atau 12 rakaat dari sholat rawatib, 11 rakaat atau 13 rakaat sholat
malam, maka keseluruhannya adalah 40 rakaat.
Maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut).
Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327).
Maka sudah seharusnyalah bagi seorang hamba untuk senantiasa menegakkan terus-menerus tuntunan ini selamanya hingga menjumpai ajal (maut).
Sehingga adakah yang lebih cepat terkabulkannya do’a dan tersegeranya dibukakan pintu bagi orang yang mengetuk sehari semalam sebanyak 40 kali? Allah-lah tempat meminta pertolongan”. (Zadul Ma’ad 1/327).
Dan sholawat serta salam kepada nabi kita muhammad
shallalllahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya serta para sahabatnya. Amiin