Saya yakin sebagian pembaca pasti sudah pernah mendengar atau membaca cerita hikmah ini, namun bisa jadi dalam versi yang berbeda-beda. Semoga bisa menjadi pengingat bagi kita semua. Jadi, beginilah ceritanya.
Ada seorang pengembara yang melakukan perjalanan yang sangat jauh. Semua perbekalan sudah disiapkan : makanan, uang, pakaian, dll. Menurut perhitungan pengembara itu, semua perbekalan yang dibawa lebih dari cukup hingga ia sampai ke tempat yang dituju.
Di tengah perjalanan, Sang Pengembara bertemu dengan seorang kakek yang perpenampilan seperti pengemis. Lusuh, tua dan terlihat kurus. Tiba-tiba kakek itu berkata, “Hai pemuda, nanti kau akan melewati sebuah gua yang sangat gelap, hingga kau tak bisa melihat apapun. Ambillah batu dari gua itu sebanyak-banyaknya”. Setelah itu kakek tua langsung pergi, sedang Si Pengembara melanjutkan perjalanan dengan kebingungan memikirkan perkataan Si Kakek.
“Siapa kakek itu tadi? Aneh. Untuk apa aku harus mengambil batu? Menambahi beban perjalananku saja. Ah, mungkin kakek tadi kurang waras. Sudahlah, lebih baik tidak usah terlalu kupikirkan“ begitu pikiran Si Pengembara.
Baca juga : Manusia bisa melebihi Iblis...
Ternyata benar, setelah beberapa lama berjalan, pengembara itu menemukan sebuah gua yang harus ia lalui, tidak ada jalan lain. Pengembara tadi mulai berjalan menyusuri gua yang sangat gelap itu dengan meraba dinding gua. Di tengah gua, ia memikirkan omongan Si Kakek tua yang ia temui beberapa waktu lalu.
“Ternyata benar kakek tadi, guanya gelap sekali. Dan di sini juga banyak batu besar. Jangan-jangan omongan kakek tadi ada benarnya. Tapi bawa batu sebesar ini untuk apa? Di perjalanan juga banyak. Jika ambil batu ini, pasti semakin memberatkanku di perjalanan menyusuri gua. Ah, untuk apa aku bingung memikirkan omongan yang belum tentu berguna, bodohnya aku. Tapi, tidak ada salahnya juga aku cari batu kerikil yang kecil, kan tidak memberatkan”
Tidak berapa lama ia meraba, akhirnya ia menemukan sebuah batu kecil, kerikil. Dia langsung mengambil dan memasukkan ke dalam saku bajunya. Perjalanan pun berlanjut hingga sang pengembara tadi berhasil melewati gua. Langkah demi langkah terus dijalani untuk menempuh jarak yang sangat jauh, dan bekal yang dibawa pun sedikit demi sedikit berkurang. Hingga saat semua bekal yang dibawa sudah habis, ternyata sang pengembara belum sampai juga ke tempat yang dituju.
Dengan sisa tenaga, pengembara itu terus berjalan. Namun apa boleh buat, tenaganya terbatas. Akhirnya pengembara tadi tidak kuat dan merebahkan tubuhnya di bawah sebuah pohon, lemas sekali rasanya. Dan saat tidak sengaja ia membalikkan tubuhnya ke samping, ia merasa ada yang mengganjal, sakit mengena tulang. Ia baru teringat dengan kerikil yang dia ambil ketika di gua.
“Aduh, sakit sekali. Pasti kerikil yang aku ambil itu penyebabnya. Benar kan, ternyata kerikil ini tidak berguna. Benar-benar bodoh aku ini. Lebih baik aku buang saja.”
Kemudian pengembara tadi mengeluarkan kerikil yang ada di dalam sakunya untuk di buang. Dan betapa terkejutnya ia, saat melihat cahaya mengkilap terpancar dari batu itu ketika terkena pantulan sinar matahari. Ternyata, kerikil itu adalah emas. Dan itu berarti, semua batu yang ada di dalam gua yang dilewatinya tadi adalah emas.
“Ya Tuhan,,andaikan aku tadi mengambil batu yang banyak…” begitu batin Sang pengembara penuh penyesalan.
Apa ibrah atau hikmah dari cerita ini?
Baca juga : Teman yang membawa ke Surga
Terkadang manusia suka sekali meremehkan nasihat dari orang lain, tidak menganggapnya penting atau berguna bagi kehidupannya saat ini. Padahal, bisa jadi Allah ingin mengingatkan atau memberi kita petunjuk melalui orang-orang yang kita kenal atau temui. Melalui nasihat-nasihat kebaikan dari mereka, kita mungkin akan terhindar dari penyesalan di masa yang akan datang.
Seperti kisah pengembara tadi, jika ia mendengarkan dan mengikuti nasihat dari Si Kakek tua, ia seharusnya menyiapkan api atau sumber cahaya ketika akan masuk ke dalam gua sehingga ia tidak perlu kesulitan meraba menyusuri gua, dan ia pun bisa melihat bahwa di dalam gua itu ada emas. Tapi si pengembara tidak percaya. Alhasil, dia menyesal, jika saja waktu itu ia mempedulikan perkataan sang kakek.
Nah, tentu kita tidak ingin bukan masuk ke dalam barisan orang-orang yang merugi, penuh penyesalan di masa yang akan datang? Maka dari itu, Allah memerintahkan kita dalam Al Qur’an Surat Al Ashr untuk saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Adakalanya nasihat-nasihat kebaikan itu tidak langsung terasa manfaatnya saat ini. Tapi esok, kita pasti akan memahami. Teruslah mencari dan memberi nasihat. Karena bisa jadi, nasihat itu yang akan membimbing kita menuju kebahagiaan yang sejati.
“Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan untuk para orang awamnya.” ( H.R Bukhari)